Partisipasi AdIns dalam Acara Seminar Nasional APPI dengan Tema “Arah & Kebijakan 2020”
Pada 20 Februari 2020 lalu, telah diselenggarakan Seminar Nasional di Hotel Le Meridien, Jakarta yang dihadiri oleh berbagai lembaga keuangan maupun perusahaan multifinance terkemuka, termasuk PT. Adicipta Inovasi Teknologi. Seminar ini pada umumnya membahas tentang Keputusan MK terkait UU Fidusia, serta arah dan kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Indonesia pada tahun 2020.
Putusan MK No 18/PUU-XVII/2019 terkait Fidusia
Pada 6 Januari 2020 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan No 18/PUU-XVII/2019. Putusan ini berisi tentang Jaminan Fidusia yang intinya berbunyi bahwa jaminan fidusia yang tidak memuat kesepakatan cidera janji atau wanprestasi dan debitur yang bersangkutan keberatan untuk menyerahkan objek benda, maka kedua belah pihak harus menyelesaikannya melalui putusan pengadilan.
Sehingga, jika dilihat sepintas, putusan ini mengindikasi bahwa pihak leasing tidak boleh melakukan penarikan barang secara sepihak dan harus melalui pengadilan dalam menyelesaikan sengketa tersebut.
Polemik Multitafsir Putusan Fidusia MK
Suwandi Wiratno, ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) yang juga merupakan salah satu keynote speaker dalam acara ini menuturkan bahwa keputusan MK tentang jaminan fidusia ini hadir akibat adanya ketidaktelitian APPI dalam mengelola perusahaan pembiayaan, terutama dalam eksekusi seperti sertifikasi kolektor, mekanisme pengiriman surat peringatan serta tidak diperbolehkan adanya ancaman yang diberlakukan dalam menagih debitur.
Sayangnya, di lapangan sendiri telah terjadi multitafsir. Beberapa pengamat atau ahli hukum berpendapat bahwa eksekusi dalam putusan ini berarti perusahaan leasing harus melalui pengadilan untuk melakukan eksekusi. Padahal, menurut Suwandi, keputusan MK tersebut tetap berlaku selama debitur menandatangani perjanjian wanprestasi cidera janji, yakni istilah dalam keuangan dimana debitur gagal dalam membayar kredit.
Menurut Suwandi, selama debitur telah dengan suka rela menandatangani perjanjian wanprestasi tersebut, maka eksekusi penyitaan tidak perlu melalui pengadilan. Lain halnya jika debitur merasa dibohongi dan menandatangani perjanjian tersebut secara terpaksa atau tidak suka rela, maka kasus tersebut baru bisa dibawa ke ranah pengadilan.
Dampak Putusan MK terhadap Perusahaan Leasing
Keputusan MK tentang jaminan Fidusia ini memiliki dampak yang cukup besar terhadap perusahaan leasing, terutama jika perusahaan leasing tidak mampu melelang barang yang gagal dibayar oleh debitur atau wanprestasi, sedangkan dana didapat dari perbankan. Suwandi menyatakan bahwa baik APPI dan OJK saat ini sama-sama sedang menghitung perkiraan dampak biaya yang terjadi.
Diperkirakan, ada sekitar 500 triliun aset yang terkena dampak, dengan 60% dari nominal tersebut yakni sekitar 300 triliun berasal pada pembiayaan kendaraan bermotor dan mobil. Suwandi juga menyatakan bahwa tidak hanya perusahaan leasing saja yang terkena dampak dari keputusan MK ini, namun juga ada 1570 Bank Perkreditan Umum, 110 Bank Umum, 77 pegadaian, 61 perusahaan modal ventura, 185 perusahaan pembiayaan, 1 LPEI dan 1 perusahaan pembiayaan sekunder perumahan yang juga terkena dampak yang sama karena mereka semua juga memakai jaminan fidusia.
Persoalan Collecting dengan Ancaman Kekerasan
Suwandi juga menuturkan bahwa sebenarnya di lapangan, kenyataan yang terjadi adalah banyak oknum-oknum tak dikenal yang melakukan collecting dengan ancaman kekerasan. Oknum-oknum ini mengaku sebagai debt collector dengan surat kuasa daur ulang tanpa ada nomor dan keterangan yang jelas. Selain itu, adanya aplikasi mata elang yang merupakan pemburu debitur macet bukan merupakan bagian dari perusahaan leasing yang tergabung dalam APPI.
PIhak APPI terus berupaya meminimalisir hal ini dengan menggunakan Sistem Informasi Keuangan (SLIK) serupa dengan BI Checking, yakni informasi keuangan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan berisi tentang riwayat kredit/pinjaman nasabah kepada lembaga bank maupun nonbank. Oleh karena itu, setiap orang yang tidak bisa membayar kredit akan tercatat di SLIK sehingga tidak akan bisa mengajukan kredit ke perusahaan leasing manapun jika masih memiliki tunggakan kredit yang bermasalah dan belum terbayar lunas.
Sikap OJK dalam menyikapi Keputusan MK
OJK melalui perwakilan Direktur Pengawasan yang juga merupakan keynote speaker yakni Yustianus Dapot menegaskan bahwa OJK sedang melakukan monitoring terhadap putusan ini serta dampaknya terhadap perusahaan leasing dan multifinance. OJK berharap perusahaan leasing dan multifinance dapat menjaga keseimbangan antara pertumbuhan piutang pembiayaan dan aspek perlindungan konsumen sehingga tercipta market confident dan pertumbuhan yang berkelanjutan.